Senin, 29 Oktober 2012

Perkembangan Buku Teks di Indonesia



            Sebelum membahas perkembangan buku teks di Indonesia, saya akan membahas mengenai apa itu buku teks. Pengertian buku teks telah banyak disampaikan oleh para pakar yang diantaranya adalah menurut Hall-Quest (dalam Tarigan 1986:11). Menurutnya buku teks adalah rekaman pikiran rasial yang di susun untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan intruksional. Lange (dalam Tarigan 1986:11) menjelaskan bahwa buku teks adalah buku standar, buku setiap cabang khusus dan studi dan dapat terdiri dari dua tipe yaitu buku pokok/utama dan suplemen/tambahan. Lebih terperinci lagi Bacon (dalam Tarigan 1986:11) mengemukakan bahwa buku teks adalah buku yang dirancang buat penggunaan di kelas, dengan cermat yang disusun dan disiapkan oleh para pakar ataupara ahli dalam bidang itu dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.
            Buckingham (dalam Tarigan 1986:11) mengatakan bahwa buku teks adalah sarana belajar yang biasa dugunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dalam pengertian modern dan yang umum dipahami. Buku pelajaran adalah buku yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu (Depdiknas 2004:4).
Berdasarkan pendapat para ahli tesebut, dapat disimpulkan bahwa buku teks adalah buku pelajaran yang disusun oleh para ahli atau pakar dalam bidangnya untuk menunjang program pengajaran yang telah digariskan oleh pemerintah.
            Penyusunan buku teks dalam upaya pengembangan pembelajaran di sekolah tidaklah disusun tanpa fungsi yang jelas. Funsgsi dan peranan buku teks itu adalah: (a) mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai penagjaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan pengajaran yang disajikan, (b) menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa, sebagai dasar bagi program-program kegiatan yang disarankan dimana keterampilan-keterampilan ekspresional diperoleh di bawah kondisi-kondisi yang menyerupai kehidupan yang sebenarnya, (c) menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap mengenai keterampila-keterampilan ekspresional yang mengemban masalah pokok dalam komunikasi, (d) metode da sarana penyajian bahan dalam buku teks harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya harus menarik, menantang, merangsang, bervariasi sehingga siswa benar-benar termotivasi untuk mempelajari buku teks tersebut, (e) menyajikan fiksasi (perasaan yang mendalam) awal yang perlu dan juga sebagai penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas praktis, (f) di sampin sebagai sumber bahan buku teks juga berperan sebagai sumber atau alat evaluasi dan pengajaran remidial yang serasi dan tepat guna (Green dan Petty dalam Tarigan 1986)
            Fungsi buku teks bagi guru adalah sebagai pedoman untuk mengidentifikasi apa yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa, mengetahui urutan penyajian bahan ajar, mengetahui teknik dan metode pengajaranya, memperoleh bahan ajar secara mudah, mdan menggunaknya sebagai alat pembelajaran siswa di dalam atau diluar sekolah (Krisanjaya 1997:85).
Fungsi buku teks bagi siswa adalah sebagi sarana kepastian tentang apa yang ia pelajari, alat kontrol untuk mengetahui seberapa banyak dan seberapa jauh ia telah menguasai materi pelajaran, alat belajar (di luar kelas buku teks berfungsi sebagai guru) di mana ia dapat menemukan petunjuk, teori, maupun konsep danbahan-bahan latihan atau evaluasi (Krisanjaya 1997:86).
            Untuk memudahkan siswa memperoleh pemahaman yang utuh dan berkesinambungan, penulis buku pelengkap perlu menata urutan penyajiannya berdasarkan prinsip-prinsip spiralisasi yang baik. Prinsip-prinsip itu adalah penjenjangan dan pembobotan (Abdussamad 2002: 57). Prinsip penjenjangan mengharuskan materi diurutkan dari yang lebih mudah ke yang lebih sulit, dari yang harus dikuasai lebih dulu ke yang merupakan lanjutan, dari yang sederhana ke yang lebih kompleks.
            Prinsip pembobotan menyangkut keluasan dan kedalaman materi yang harus disajikan pada setiap pembelajaran. Penerapan prinsip ini harus memperhitungkan kesinambungan program. Materi tertentu yang memiliki tingkat kesulitan tersendiri atau yang keterampilannya sangat diperlukan dapat diulang penyajiannya. Pengulangan penyajian itu hendaknya memperhitungkan keluasan dan kedalaman materi. Materi yang diulang harus lebih luas dan dalam bobotnya daripada penyajian sebelumnya atau merupakan pengembangan dari materi yang pernah disajikan sebelumnya.
Di Indonesia, awalnya bentuk buku masih berupa gulungan daun lontar. Menurut
Ajib Rosidi (sastrawan dan mantan ketua IKAPI), secara garis besar, usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi dalam tiga jalur, yaitu usaha penerbitan buku pelajaran, usaha penerbitan buku bacaan umum (termasuk sastra dan hiburan), dan usaha penerbitan buku agama.
            Pada masa penjajahan Belanda, penulisan dan penerbitan buku sekolah dikuasai orang Belanda. Kalaupun ada orang pribumi yang menulis buku pelajaran, umumnya mereka hanya sebagai pembantu atau ditunjuk oleh orang Belanda. Usaha penerbitan buku agama dimulai dengan penerbitan buku-buku agama Islam yang dilakukan orang Arab, sedangkan penerbitan buku –buku agama Kristen umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda.
            Penerbitan buku bacaan umum berbahasa Melayu pada masa itu dikuasai oleh orang-orang Cina. Orang pribumi hanya bergerak dalam usaha penerbitan buku berbahasa daerah. Usaha penerbitan buku bacaaan yang murni dilakukan oleh pribumi, yaitu mulai dari penulisan hingga penerbitannya, hanya dilakukan oleh orang-orang Sumatera Barat dan Medan. Karena khawatir dengan perkembangan usaha penerbitan tersebut, pemerintah Belanda lalu mendirikan penerbit Buku Bacaan Rakyat. Tujuannya untuk mengimbangi usaha penerbitan yang dilakukan kaum pribumi. Pada tahun 1908, penerbit ini diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Hingga jepang masuk ke Indonesia, Balai Pustaka belum pernah menerbitkan buku pelajaran karena bidang ini dikuasai penerbit swasta belanda.
            Sekitar tahun 1950-an, penerbit swasta nasional mulai bermunculan. Sebagian besar berada di pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Pada awalnya, mereka bermotif politis dan idealis. Mereka ingin mengambil alih dominasi para penerbit Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan di tahun 1950 masih diijinkan berusaha di Indonesia.
            Pada tahun 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha penerbitan buku nasional dengan jalan memberi subsidi dan bahan baku kertas bagi para penerbit buku nasional sehingga penerbit diwajibkan menjual buku-bukunya denga harga murah.
            Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur bantuan pemerintah kepada penerbit dan mengendalikan harga buku. Dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional dapat meningkat denganc epat. Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang didirikan 1950, penerbit yang menjadi anggota IKAPI yang semula berjumlah 13 pada tahun 1965 naik menjadi 600-an lebih.
            Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan moneter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, karena hanya 25% penerbit yang bertahan, situasi perbukuan mengalami kemunduran.
            Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri, kemudian menetapkan bahwa semua buku pelajaran di sediakan kan oleh pemerintah. Keadaan tidak bisa terus-menerus dipertahankan karena buku pelajaran yang meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu, diberikan hak pada Balai Pustaka untuk mencetak buku-buku yang dibutuhkan dipasaran bebas. Para penerbit swasta diberikan kesempatan menerbitkan buku-buku pelengkap dengan persetujuan tim penilai.
            Hal lain yang menonjol dalam masalah perbukuan selama Orde Baru adalah penerbitan buku yang harus melalui sensor dan persetujuan kejaksaan agung. Tercatat buku-buku karya Pramudya Ananta Toer, Utuj Tatang Sontani dan beberapa pengarang lainnya, tidak dapat dipasarkan karena mereka dinyatakan terlibat G30S/PKI. Sementara buku-buku “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai”, kemudian “Era Baru, Pemimpin Baru” tidak bisa dipasarkan karena dianggap menyesatkan, terutama mengenai cerita-cerita seputar pergantian kekuasaan pada tahun 1966.

Sumber:

Fenomena Industri buku di Indonesia




            Tren industri buku Indonesia makin tumbuh. Hal ini menandakan budaya membaca juga boleh dibilang meningkat. Sebagai contohnya, penerbit Gramedia, menurut Managing Director Penerbit Gramedia, jaringan Toko Buku Gramedia, pada tahun 2011, telah menerbitkan 20.000 judul buku—meliputi semua bidang, seperti fiksi dan non-fiksi, buku anak-anak sampai dewasa maupun manula.
 
            Akan tetapi bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa, jumlah peredaran buku tersebut masih dibilang kecil. Jumlah itu hanya setara maupun sedikit lebih baik ketimbang Malaysia dan Vietnam. Kalau dibandingkan dengan negara kecil tapi maju seperti Jepang, angka itu memalukan, sebab 15 tahun yang lalu saja, (1997) Jepang menerbitkan sekitar 100.000 judul. Sementara, dari 20.000 judul itu, sekitar 48 persen buku terjemahan; 52 persen dari dalam negeri atau sekitar 10.400 judul dari Indonesia.
            Dari hasil penjualan di Gramedia, buku yang bersifat menghibur merupakan sasaran empuk para konsumen, terutama buku kategori teenlit (bacaan anak-anak umur belasan) dan metropop. Sementara itu,  buku-buku yang menjanjikan masa depan yang lebih baik, buku-buku pengembangan diri, rata-rata terjual sekitar 10.000 – 15.000 eksemplar setahun. Buku kebudayaan, sastra, sejarah, filsafat adalah buku-buku yang berat sekali penjualannya biasanya kurang dari 2.000 setahun sudah, kecuali kalau digunakan sebagai buku ajar di sekolah atau perguruan tinggi.
            Bisa dikataka minat baca di Indonesia hanya sekedar untuk hiburan, bukan untuk menambah ilmu. Ini cukup miris di saat Negara lain berbondong-bondong mencerdaskan masyarakatnya melalui buku. Hal inilah yang menjadikan penerbit dan penulis harus menyesuaikan selera pasar dengan buku yang akan di terjunkan di pasaran. Bila terus menerus begitu, kita bukanlah masyarakat pebelajar lagi melainkan masyarakat pengkhayal yang selalu di suguhkan oleh cerita fiktif.
            Dari segi teknologi, ada tran baru dalam dunia perbukuan yaitu E-book. Kemunculan e-book sebagai perkembangan mutakhir fenomena perbukuan, cukup menimbulkan keresahan dalam industri penerbitan buku (print book/buku fisik). Maraknya e-book membuat banyak buku dianeksasi oleh teknologi masuk ke dalam 'gadget' (perangkat komputer-internet). Dengan teknologi ini, buku tidak lagi berbentuk fisik tetapi menjadi soft file yang lebih memudahkan bagi konsumen untuk menggunakannya secara cepat dan mudah. Karena perkembangan e-book yang lebih praktis, mudah dan murah tersebut maka semakin banyak konsumen buku beralih menggunakannya. Memang hal ini cukup menjadi tantangan berat bagi penerbit, yang kemudian harus menyusun strategi dalam mengatur terbitannya. Sebab kendati e-book begitu menggejala, masih ada sebagian orang yang tetap lebih senang mengoleksi buku fisik (print book).
            Fenomena e-book juga memunculkan buku-buku gratis yang jumlahnya ratusan ribu judul yang dapat diperoleh dengan mudah melalui mekanisme download langsung di internet. Bahkan sebagian lainnya juga menyediakan mekanisme pemasaran atau penjualan buku dengan transaksi secara langsung via internet yang kini sudah mulai digemari banyak orang. Namunpun begitu, buku-buku tersebut kebanyakan masih berupa buku-buku ringan seperti buku resep masakan. Dengan kata lain belum merupakan buku-buku referensi yang serius, yang sebenarnya secara luas juga bisa di-download secara mudah dan gratis. Tetapi seiring perkembangannya sangat mungkin buku-buku serius/referensi pun akan dibajak oleh mekanisme online tersebut.
            Gejala transformasi perbukuan dari industri cetak ke elektronik ini memang melaju cepat karena adanya kemampuan memberikan berbagai kemudahan. Karena, selain menyediakan buku elektronik, juga disajikan sejenis program yang dapat menciptakan industri perbukuan online 'milik sendiri' – dimana hanya dengan satu orang dapat berperan menjadi penulis, editor dan layouter, sekaligus juga dapat mencetak atau menjual via internet. Program ini melahirkan banyak pemain-pemain baru dalam industri perbukuan yang bekerja di dunia maya dengan tidak menggunakan banyak instrumen penerbitan fisik.
            Walaupun tantangan teknologi semakin berat, usaha penerbitan (print book) dilihat masih akan tetap eksis disebabkan teknologi online sangat tergantung pada infrastruktur tertentu, yakni jaringan internet. Saat ini dapat dipastikan tidak semua daerah sudah memiliki jaringan internet yang lancar, atau bahkan mungkin sebagian belum mampu menggunakan teknologi tersebut. Selain itu, media ini pun disinyalir memiliki produk yang tidak jelas, seperti e-book yang tidak mempunyai kejelasan jumlah halaman yang menyulitkan bagi konsumen, sehingga print-book masih dipercaya sebagai produk buku yang terjamin. Dengan demikian, menjadi terlalu berlebihan jika fenomena perkembangan teknologi ini dikhawatirkan, apalagi sampai menciptakan pesimisme.
            Dari segi kebijakan pemerintah, realitas industri perbukuan nampak berjalan sendiri tanpa adanya perhatian pemerintah. Hingga saat ini, belum pernah ada payung undang-undang yang mengatur tentang industri perbukuan yang dapat memberi kenyamanan dalam menjalankan usahanya. Dibandingkan bidang usaha lainnya, Kebijakan yang mengatur industri perbukuan hampir jarang terdengar akan diagendakan dalam forum legislatif. Padahal IKAPI telah mengusulkan RUU Industri Perbukuan agar jejaring yang selama ini tidak jelas dapat diatur dengan tidak ada lagi pihak yang mesti menanggung konsekuensi yang besar. Ada kemungkinan tidak teragendanya RUU tersebut berkaitan dengan adanya logika transaksional sehingga titik terang RUU perbukuan terlunta-lunta hingga kini.
IKAPI sudah mendorong supaya dalam konteks kebijakan RUU perbukuan dapat memperhatikan fenomena perbukuan yang berkembang. Namun lagi-lagi usulan konsep ini sering melenceng dalam konsep pemerintah yang hanya mengaitkannya dengan buku-buku ajar (pelajaran). Padahal dalam banyak momen, para politisi juga birokrasi seringkali membutuhkan industri buku untuk menampilkan pengaruhnya ke publik . Dalam versi Konkernas IKAPI dikatakan bahwa dalam setahun terdapat dana pemerintah sekitar 11 Trilyun untuk konsumsi buku nasional. Tetapi dalam penggunaannya, 70 – 80% dana tersebut adalah buku-buku proyek, dimana yang bisa menerbitkannya hanya yang dekat dengan sumber dana (pemerintah) atau memiliki lobi-lobi dengan penguasa. Lalu sisanya yang hanya 30% (untuk terbitan biasa) baru diberikan kepada sekian ratus penerbit. Dengan situasi ini, tidak ada ruang bagi penerbit untuk berkembang. Terlebih dengan tidak adanya kebijakan yang mengaturnya.
Banyaknya kendala dan fenomena yang terjadi dalam indutri buku di Indonesia seharusnya menjadi bahan evaluasi para penerbit dan terutama pemerintah dalam menggalakkan minat baca dan distribusi buku di Indonesia. Kejelasan regulasi dalam industry buku patutnya menjadi acuan bagi penebit. Semoga hal ini tidak berkelanjutan hingga buku tidak lagi diminati oleh masyarakat.

Sumber:



Senin, 08 Oktober 2012

Hasil dan Kesimpulan Wawancara Kelompok (Citra, Fadilla, Arif)



Narasumber yang kami wawancarai adalah Elang Gumilang, penulis buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA. Buku yang diterbitkan oleh penerbit Gagasmedia tersebut disusunnya sendiri, tidak secara tim. Selain penulis buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA, Elang Gumilang juga merupakan pengajar bahasa Inggris di beberapa tempat, salah satunya di SMAN 1 Diponegoro, Sunan Giri.
Buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA merupakan buku penunjang pelajaran bahasa Inggris di sekolah, ditulis dengan tujuan menunjang dan melengkapi materi pelajaran bahasa Inggris SMA. Buku tersebut terbit pada tahun 2010 dengan tebal buku ± 1 cm dan memiliki sekitar 150 halaman. Buku tersebut memakai kertas yang berukuran A5 dengan jenis kertas book paper, kertas yang biasa digunakan untuk novel. Buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA disajikan menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi materi-materi pelajaran yang berkaitan dengan ekspresi atau ungkapan yang dipakai atau di[elajari oleh siswa SMA, mulai dari kelas satu sampai kelas tiga, disertai dengan contoh-contoh dialog juga. Bagian kedua adalah tata bahasa Inggris atau grammar. Bagian ketiga adalah reading dan penjabaran mengenai jenis-jenis teks beserta contohnya. Buku tersebut juga dilengkapi dengan latihan-latihan untuk menguji pemahaman siswa akan materi pelajaran di setiap bahasannya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa formal, sama halnya dengan buku ajar lainnya namun bersifat lebih menyapa pembaca, lebih merangkul anak-anak sehingga lebih “nyambung” dengan mereka, contohnya “Apakah kamu tahu…?”, “Ekspresi apa yang kamu gunakan…”.
Buku Rangkuman Bahasa Inggris SMA ditulis selama setahun, dari tahun 2009 hingga 2020. Sasaran buku tersebut adalah siswa/I SMA, namun ada beberapa materi dalam buku tersebut yang bisa digunakan untuk umum seperti grammar, tenses, dan ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Buku tersebut juga memiliki kekuatan secara hukum karena hak ciptanya dilindungi oleh undang-undang. Selain itu, buku Rangkuman Bahasa Inggris SMA telah memenuhi etika penulisan. Etika penulisan dapat dilihat dari mencantumkan sumber apabila mengutip atau mengambil materi orang lain, termasuk gambar apabila kurang jelas hak ciptanya maka harus dikonfirmasi terlebih dahulu. Di samping itu, penulis juga tidak bisa memasukkan gambar sembarangan walaupun dari internet, tetap harus menyertakan sumber dan asal usulnya.
Proses pembuatan buku diawali dengan menetapkan tujuan yang jelas mengenai buku apa yang akan dibuat, lalu mulai mencari data sambil menyusun bentuk buku dan bagian-bagiannya. Tujuan penulis sendiri adalah membuat buku rangkuman bahasa inggris SMA yang sifatnya menunjang pelajaran dan melengkapi materi-materi yang diajarkan di sekolah. Penulis memperoleh data buku dari materi-materi pelajaran bahasa Inggris SMA. Dalam hal ini, penulis mengakui tidak terlalu kesulitan dalam mengumpulkan data karena sudah ada silabus dan kurikulum pelajaran bahsa Inggris itu sendiri. Selain itu, penulis mengungkapkan bahwa konsep buku yang akan disusun tidak harus kaku, tetapi fleksibel dan bisa terus berkembang sambil dikonsultasikan secara berkala kepada penerbit mengenai hal-hal yang belum jelas, yang perlu ditambahkan atau dikurangi. Secara garis besar, penulis menerangkan tujuh tahapan dalam menyusun sebuah buku, yakni sebagai berikut.
1.       Fiksasi konsep. Hal ini diperlukan agar jelas seperti apa, untuk apa, dan untuk siapa buku ditulis.
2.      Menyusun draft buku secara lengkap, dari awal hingga akhir. Tahap ini meliputi proses mencari data, materi, dan referensi buku yang akan ditulis.
3.      Mengajukan draft buku kepada penerbit. Setelah draft lengkap, maka buku bisa diajukan kepada penerbit untuk dinilai dan disetujui.
4.      Feedback dari penerbit. Draft yang diajukan tidak serta merta langsung disetujui oleh penerbit. Draft tersebut harus melewati proses penilaian, perbaikan, dan revisi. Bentuk feedback itu sendiri dapat berupa kritikan, saran, dan masukan dari penerbit.
5.      Penyetujuan draft akhir oleh penerbit. Apabila draft telah melalui proses revisi dan telah sesuai dengan keinginan penerbit, makan draft pun akan disetujui oleh penerbit.
6.      Penerbit mengeluarkan perjanjian penerbitan buku. Pada tahap ini, penulis dan penerbit sama-sama menandatangani surat perjanjian bahwa buku akan diterbitkan.
7.      Penerbitan buku dan distribusi kepada pembaca. Inilah tahap akhir dari proses penyusunan buku.
Penulis mengungkapkan bahwa penyusunan buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA tidak mengacu kepada undang-undang tentang penulisan buku atau bahan ajar. Hal ini dikarenakan penulis berpendapat bahwa selama tulisan yang dibuat tidak provokatif (kepada hal-hal yang negatif), tidak berbahaya dikonsumsi untuk umum, dan menarik untuk dibaca oleh konsumen, buku yang disusun sah-sah saja untuk diterbitkan. Sampul buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA didesain oleh illustrator dari pihak penerbit bersama penulis buku.
Kesulitan yang ditemui penulis ketika menyusun buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA adalah kesulitan manyesuaikan jadwal kerja dengan menulis buku. Apabila tugasnya sehari-hari full menulis buku dari pagi sampai sore, akan bisa lebih cepat menyelesaikannya. Lain halnya dengan urusan penerbitan buku. Penulis mengakui bahwa ia tidak mengalami kesulitan dalam mencari penerbit buku karena penulis sudah terbiasa menulis di blog dan ketika itu pihak penerbit yang menghubungi penulis untuk bekerja sama membuat buku. Jadi, setelah konsep bukunya jelas dan telah disetujui oleh penerbit, maka penulis mulai menyusun buku. Penulis juga mengungkapkan bahwa hal yang paling berkesan dalam menulis buku adalah saat bukunya telah diterima dalam bentuk cetak. Ketika menandatangani kontrak bahwa buku akan diterbitkan dan buku masih dalam bentuk naskah corat-coret yang harus direvisi, perasaan penulis masih belum tenang. Sebenarnya penulis ditawari untuk menulis buku rangkuman bahasa inggris untuk SMP setelah buku Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA selesai. Namun karena kesibukan mengajar semakin padat, maka penulisan buku untuk SMP ditunda terlebih dahulu.
Penulis mengatakan bahwa buku akan lebih bagus dilengkapi dengan media penunjang seperti CD pembelajaran atau poster materi pembelajaran. Penulis sendiri melengkapi dengan buku saku grammar bahasa Inggris yang bisa dibawa kemana-mana.
Saran penulis untuk mereka yang ingin membuat buku adalah sebenarnya menulis buku itu tidak sesulit yang dibayangkan, hanya membutuhkan kesabaran yang ekstra terutama apabila kita sendiri yang mengajukan kepada penerbit karena banyak kasus penulis yang mengajukan buku ke pihak penerbit namun ternyata konsep yang diajukan tidak sama dengan keinginan penerbit, misalnya menulis novel dewasa namun diajukan kepada penerbit novel remaja. Biasanya penerbit mempunyai ciri-ciri dan pasar sendiri dalam menerbitkan buku. Harus kenal dengan karakter tulisan kita dan kenal dengan penerbitnya juga. Penulis juga mengatakan bahwa cetakan pertama, cetakan kedua, cetakan ketiga setiap penerbit berbeda. Di penerbit Gagasmedia sendiri, cetakan pertamanya berjumlah 5000 buah buku, cetakan kedua sebanyak 3000 eksemplar buku, dan cetakan ketiga berjumlah 2000 buku. Jadi makin tinggi tingkat cetakannya, makin rendah jumlahnya karena melihat pangsa pasar juga.
Akhirnya setelah melakukan wawancara dengan penulis buku Rangkuman Bahasa Inggris SMA, kami memperoleh kesimpulan bahwa menulis buku hamper sama dengan menulis skripsi. Kita harus menetapkan tujuan yang jelas dari awal, mencari data dan materi, menyusun data tersebut, dan melakukan konsultasi untuk memperoleh umpan balik bagi skripsi tersebut. Di samping itu, kita juga sangat perlu memperhatikan etika penulisan dan setelah semua itu dilakukan, buku yang kita tulis bisa diterbitkan dan didistribusikan kepada konsumen.

Analisis Artikel mengenai Penulisan Buku Teks Pelajaran (Arif, Citra, Fadilla)



Artikel-artikel yang kami analisis dapat diperoleh dari sumber-sumber di bawah ini:
Pertanyaan:
A.     Berapa artikel yang dibaca?
-          Apa perbedaan dan persamaan artikel tersebut?
-          Apa kesimpulan yang bisa Anda tarik dari masing-masing artikel?
B.     Berapa penulis yang Anda wawancarai?
-          Apakah masing-masing penulis menceritakan hal yang sama tentang buku teks pelajaran?
-          Kesimpulan prinsip-prinsip.
C.      Apakah kesimpulan yang Anda peroleh dari menelaah artikel dan melakukan wawancara adalah selaras?
-          Apa yang dapat disimpulkan dari wawancara dan artikel?

Jawaban:
A. Ada 5 artikel yang dibaca, perbedaan:
a)      Artikel Agus lebih menjelaskan sistematika penulisan dan syarat-syarat penulisannya.
b)     Artikel Sawali menjelaskan etika penulisan, standar buku teks pelajaran, aspek-aspek buku pelajaran.
c)      Artikel Rastra Permana menjelaskan hakikat buku teks pelajaran, bagian buku teks pelajaran, penyusunan buku teks.
d)     Kompas menjelaskan mengenai acuan buku teks pelajaran yang mengacu pada Permendiknas no. 2 dan 22 tentang standar isi.
e)      Masnur menjelaskan hubungan buku teks pelajaran dengan kurikulum, tujuan pembelajaran, undang-undang pentingnya buku teks pelajaran.
Kesimpulan yang diperoleh adalah: buku teks pelajaran harus mengacu pada UU, kurikulum, dan standar nasional pendidikan.
Prinsip penulisan à a. Relevansi; b. Konsistensi; c. Kecukupan.
Buku dibagi menjadi tiga bagian à 1. Pendahuluan; 2. Isi; 3. Penunjang.
Aspek dari buku teks à a. Isi; b. Penyajian; c. Bahasa; d. Grafika.

B. Ada satu penulis, karena hanya ada satu jadi disimpulkan saja bahwa penulis membuat buku teks pelajaran (penunjang) yang berjudul Rangkuman Bahasa Inggris untuk SMA, yang telah memenuhi etika penulisan dan hak ciptanya dilindungi oleh undang-undang. Pengumpulan data diperoleh dari buku materi-materi pelajaran bahasa Inggris. KOnsep buku yang disajikan juga tidak kaku dan senantiasa fleksibel menggunakan bahasa yang dimengerti oleh siswa SMA.
C. Kurang selaras. Kesimpulan yang diperoleh dari artikel adalah bahwa dalam menulis dan menyusun buku teks pelajaran harus mengacu pada UU/Permendiknas agar sesuai. Sedangkan narasumber –penulis buku yang kami wawancarai– tidak melihat UU/Permendiknas selama yang ia tulis tidak keluar dari kaidah penulisan dan tidak bersifat provokatif.
Jadi, tata cara penulisan buku teks pelajaran:
1.       Tentukan konsep buku.
2.      Tentukan tujuan penulisan.
3.       Mengacu pada Permendiknas/UU.
4.      Pengumpulan data yang berdasarkan pada prinsip-prinsip penulisan (relevansi, konsistensi, dan kecukupan).
5.      Menyusun draft buku dengan mengacu pada aspek-aspek buku teks pelajaran (aspek isi, penyajian, bahasa, grafik).
6.      Mengajukan draft buku ke penerbit.
7.       Feedback dari penerbit (berupa revisi-revisi).
8.      Penyetujuan draft akhir oleh penerbit.
9.      Melakukan kontrak dengan penerbit.
10.   Penerbitan buku.
Prinsip-prinsip penulisan:
a.      Relevasi à keterkaitan, materi yang dituils hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi yang ingin dicapai.
b.      Konsistensi à keajegan, jika kompetensi dasar yang harus dikuasai ada empat macam maka bahasan yang ada pada buku juga harus meliputi mepat macam.
c.       Kecukupan à materi yang diajarkan hendaknya mencukupi dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi yang akan dicapai.

Senin, 01 Oktober 2012

TATA CARA PENULISAN BUKU TEKS

Oleh Citra Pertiwi, Fadilla Nuraini, dan Ahmad Arif

Berdasarkan PERMENDIKNAS  No 2 Tahun 2008 pasal 1 nomor 3 menyebutkan bahwa buku teks pelajaran pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi yang selanjut-nya disebut buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Hal inilah yang menjadi dasar acuan penulisan buku teks pelajaran yang disusun berdasarkan undang-undang dan kurikulum yang telah ditetapkan oleh kementrian pendidikan. Dalam penulisan buku teks pelajaran pun harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, yang didalamnya berisi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan. Dari sekian banyaknya standar, yang menjadi standarisasi buku teks pelajaran ada pada standar sarana dan prasarana. Hal ini berkaitan dengan kelayakan isi, bahasa, grafika, dll. Dan perlu dipahami juga bahwa penulisan buku jg harus mengacu pada kurikulum yang mengatur tentang jenjang pendidikan, tujuan jenjang penddikan, mata pelajaran, alokasi waktu, dan kalender pendidikan.
            Dalam penulisan buku teks pelajaran terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan antara lain prinsip relevansi, konsistensi dan kecukupan. Prinsip relevansi artinya keterkaitan, materi yang ditulis hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi yang ingin dicapai. Prinsip konsistensi artinya keajegan, jika kompetensi dasar yang harus dikuasai empat macam maka bahasan yang ada pada buku juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya mencukupi dalam membantu peserta diklat mengusai kompetensi yang akan diajarkan, materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak, jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai kompetensi standar sebaliknya jika terlalu banyak akan membuang buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
            Bagian-bagian buku dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pendahuluan yang berisi kata pengantar, daftar isi, penjelasan tujuan buku pelajaran, petunjuk penggunaan buku, petunjuk pengerjaan soal; lalu bagian isi yang berisi Judul bab atau topik isi bahasan, uraian singkat isi pokok bahasan, penjelasan tujuan bab, uraian isi pelajaran, penjelasan teori, sajian contoh, ringkasan isi buku, soal latihan dan kunci jawaban soal latihan; terakhir bagian penunjang yang berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
            Setelah membaca lima artikel mengenai tata cara penulisan buku teks pelajaran, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menulis buku teks pelajaran yang harus diperhatikan ialah:
a. Persyaratan yang berkaitan dengan isi
  1. Memuat sekurang kurangnya materi minimal yang harus dikuasai peserta didik
  2. Relevan dengan tujuan dan sesuai dengan kemampuan yang akan dicapai
  3. Sesuai dengan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
  4. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
  5. Sesuai dengan jenjang dan sasararan
  6. Isi dan bahan mengacu pengembangan konsep, prinsip, teori
  7. Tidak mengandung muatan politis maupun hal yang berbau sara
b. Persyaratan  penyajian
  1. Uraian teratur sesuai dengan urutan setiap bab
  2. Ualing memperkuat dengan bahan lain dan kontekstual
  3. Menarik minat dan perhatian sasaran pembaca
  4. Menantang dan merangsang untuk dibaca dan dipelajari
  5. Mengacu pada aspek koginitif, afektif dan psikomotor
  6. Penyajian yang menggunakan bahasan ilmiah dan formal
c. Persyaratan yang berkaitan dengan bahasa
  1. Menggunakan bahasa Indonesia yang benar
  2. Menggunakan kalimat yang sesuai dengan kematangan dan perkembangan  sasaran pembaca
  3. Menggunakan istilah, kosakata, indeks, symbol yang mempermudah pemahaman
  4. Menggunakan kata kata terjemahan yang dibakukan
d. Persyaratan yang berkaitan dengan Ilustrasi
  1. Relevan degan konsep, prinsip yang disajikan.
  2. Tidak mengunakan kesinambungan antar kalimat. Antar bagian dan antar paragraph.
  3. Merupakan bagian terpadu dari bahan ajar
  4. Jelas, baik dan merupakan hal-hal esensial yang membantu memperjelas materi
Lalu aspek-aspek Buku Teks Pelajaran Yang Dinilai ialah:
a.  Aspek Isi atau Materi Pelajaran
• Aspek ini merupakan bahan pembelajaran yang disajikan di dalam buku pelajaran.
• Kriteria materi harus spesifik, jelas, akurat, dan mutakhir dari segi penerbitan.
Informasi yang disajikan tidak mengandung makna yang bias.
• Kosakata, struktur kalimat, panjang paragraf, dan tingkat kemenarikan sesuai dengan minat dan kognisi siswa.
• Rujukan yang digunakan, dicantumkan sumbernya.
• Ilustrasi harus sesuai dengan teks.
• Peta, tabel, dan grafik harus sesuai dengan teks, harus akurat, dan sederhana.
• Perincian materi harus sesuai dengan kurikulum.
• Perincian materi harus memperhatikan keseimbangan dalam penyebaran materi, baik yang berkenaan dengan pengembangan makna dan pemahaman, pemecahan masalah, pengembangan proses, latihan dan praktik, tes keterampilan maupun pemahaman
b. Aspek Penyajian Materi
Aspek ini merupakan aspek tersendiri yang harus diperhatikan dalam buku pelajaran. Berkenaan dengan penyajian:
• tujuan pembelajaran,
• keteraturan urutan dalam penguraian,
• kemenarikan minat dan perhatian siswa,
• kemudahan dipahami,
• keaktifan siswa,
• hubungan bahan, serta
• latihan dan soal.
c.  Aspek Bahasa dan Keterbacaan
Aspek bahasa merupakan sarana penyampaian dan penyajian bahan, seperti kosakata, kalimat, paragraph, dan wacana.
Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraph, dan wacana) bagi kelompok atau tingkatan siswa. Ada tiga ide utama yang terkait dengan keterbacaan, yakni:
1. Kemudahan membaca (berhubungan dengan bentuk tulisan atau tipografi, ukuran huruf, dan lebar spasi) yang berkaitan dengan aspek grafika;
2. Kemenarikan (berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide bacaan, dan penilaian keindahan gaya tulisan) yang berkaitan dengan aspek penyajian materi;
3. Kesesuaian (berhubungan dengan kata dan kalimat, panjang-pendek, frekuensi, bangun kalimat, dan susunan paragraf) yang berkaitan dengan bahasa dan keterbacaan.
Hal hal yang harus diperhatikan dalam penulisan buku teks pelajaran :
  1. berilah jarak 3 spasi antara  table atau gambar dengan teks sebelum dan sesudahnya
  2. judul table atau gambar diketik pada halaman yang sama dengan table atau gambarnya, penyebutan menggunakan table atau gambar
  3. tepi kanan teks tidak harus rata , oleh karena itu kata pada akhir baris tidak harus dipotong. Jika terpaksa dipotong tanda hubungnya ditulis setelah huruf akhir, tanpa disisipi spasi, bukan diletakkan dibawahnya
  4. tempatkan nomor halaman di pojok kanan atas pada setiap halaman , kecuali pada halaman pertama setiap bab dan halaman bagian awal.
  5. Semua nama pengarang dalam daftar rujukan harus ditulis.
  6. Nama awal atau nama tengah dapat disingkat asalkan dilakuan secara konsisten
Hal hal yang tidak boleh dilakukan :
  1. Tidak boleh ada bagian yang kosong pada akhir halaman kecuali jika halamamn tersebut merupakan akhir bab
  2. Tidak boleh memotoing table atau gambar
  3. Tidak boleh memberi garis vertikal antara kolom pada table kecuali terpaksa
  4. Tidak boleh memberi tanda apapun sebagai tanda berakhirnya suatu bab
  5. Tidak boleh menempatkan sub judul dan identitas table pada akhir halaman
  6. Rincian tidak boleh menggunakan tanda hubung (-) tetapi menggunakan bullet (*) untuk penulisan yang dilakukan dengan menggunakan komputer.
  7. Tidak boleh menambah spasi antarkata dalam suatu baris yang bertujuan meratakan tepi kanan
  8. Daftar rujukan tidak boleh diletakkan di kaki halaman atau akhir setiap bab, daftar rujukan hanya dapat ditempatkan setelah bab akhir